Tak Ada Perayaan untuk Martha (Catatan Hari Kartini)

Jadi selalu berpikir begini setiap 21 April:

Kartini memang hebat, sudah melakukan banyak hal untuk kemajuan perempuan Indonesia. Tapi perempuan hebat di masa sulit dulu, bukan cuma Kartini. Banyak perempuan hebat di masa itu, hebat dengan caranya masing-masing. Bahkan mungkin mereka justru sama sekali tidak dicatat sebagai pahlawan dalam sejarah.

Agak tidak adil rasanya, kalau hanya mengagungkan Kartini. Seperti menepikan perjuangan perempuan-perempuan lain yang sama hebatnya dengan Kartini.

Martha Christina Tiahahu adalah salah satu perempuan hebat lainnya. Catatan dan informasi tentang Martha memang tidak sebanyak Kartini. Mungkin karena Martha tidak berjuang dengan cara menulis. Atau mungkin juga karena Martha hidup pada zaman yang lebih tua dari Kartini. Atau bisa juga karena Kartini hidup di Jawa jadi dia lebih dikenal. Martha ada di Pulau Maluku yang jauh di sana.

Aku pertama kali membaca dan mengenal tentang Martha saat kelas 2 SD. Pada buku pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa/ sekarang: mata pelajaran sejarah). Di buku itu memuat cerita-cerita sejarah perjuangan para pahlawan. Ada Kartini, Pangeran Antasari, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Pangeran Diponegoro, Kapiten Patimura dan lain-lain.

Cerita Martha yang mendapat jatah di halaman paling belakang justru paling menarik dan berkesan untukku dan membekas sampai sekarang.  Martha digambarkan sebagai perempuan muda dengan rambut lebat, panjang bergelombang yang dibiarkan tergerai, matanya yang hitam, tajam berkilat-kilat, alisnya tebal. Ia menunggang kuda, mengenakan ikat kepala, dan mengangkat sebatang bambu runcing tinggi-tinggi.

Martha lahir 4 Januari 1800 di Nusa Laut, Maluku. Perempuan yang dibesarkan dengan tangan ayahnya, Kapitan paulus Tiahahu ini sudah ikut berperang sejak kecil. Puncaknya ketika ia ikut bersama ayahnya dalam pertempuran melawan Belanda di Pulau Saparua. Martha yang berusia 17 tahun sudah memimpin pasukan perang wanita. Ia mengobarkan semangat juang pasukan agar terus mendampingi pasukan laki-laki dalam perembutan wilayah Maluku dari penjajah.

Dalam pertempuran itu pasukan Indonesia berhasil dipukul mundur dan beberapa ditangkap musuh untuk dijatuhi hukuman mati. Salah satunya adalah Kapitan Paulus Tiahahu. Usaha Martha menyelamatkan ayahnya gagal, Paulus Tiahahu tak bisa menghindar dari eksekusi mati.

Tak lama sesudahnya, Martha pun ikut tertangkap. Ia dibawa ke Pulau Jawa untuk dipekerjakan paksa di perkebunan kopi. Tewasnya sang ayah di tangan penjajah tidak membuat semangat juang Martha layu. Perempuan pemberani ini tetap konsisten pada perjuangannya meski sudah jatuh di tangan musuh. Martha yang sakit dalam perjalanan laut menuju pulau Jawa menolak makan dan pengobatan hingga akhirnya meninggal. Jasadnya dibuang ke Laut Banda.

Martha mengajarkan arti menjadi pemberani. Martha memiliki semangat individual untuk melawan (yang kata Pramoedya Ananta Toer jarang dimiliki oleh orang Indonesia, yang kebanyakan hanya berani ketika berada dalam kelompok saja). Perempuan berumur 17 tahun itu punya kilatan semangat juang dan keberanian yang sama dengan pejuang laki-laki untuk melawan penjajah. Konsistensi dan keteguhan Martha menghadapi penjajah bahkan ketika dia sekarat dan hampir mati adalah pelajaran paling mahal.

Untukku, Martha itu perempuan hebat. Sama hebatnya dengan Kartini. Mereka hebat dengan caranya masing-masing. Sayangnya tidak ada hari perayaan untuk Martha.

Sedikit cerita tentang Martha bisa dilihat di sini:

http://profil.merdeka.com/indonesia/m/martha-christina-tijahahu/

http://id.wikipedia.org/wiki/Martha_Christina_Tiahahu

220px-Martha_Christina_Tiahahu

foto ini diambil dari: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/thumb/a/af/Martha_Christina_Tiahahu.jpg/220px-Martha_Christina_Tiahahu.jpg

martha-christina-pandang-banda1

foto ini diambil dari: http://bimg.antaranews.com/ambon/2010/08/martha-christina-pandang-banda1.jpg