Nyanyi Sunyi Seorang Bisu: Terakhir Kali Nonton Wayang

-Pramoedya Ananta Toer-

(51) Bagi para petani apalah beda antara akhir dan awal? Walhasil sama saja, selama tak jera pada pengkhianayan alam pikiran sendiri.

Hidup terasa menjadi sensitive, terasa amat panjang dalam kependekannya. Revolusi. Dan berkali-kali revolusi kalah. Dan di mana-mana. Apa salahnya kalah?

(54) Boleh jadi orang Belanda dan Jepang dari generasi nanti berkeruyuk bangga pernah membuat sekian lusin bangsa-bangsa Laut Selatan melakukan apa yang mereka perintahkan. Atau sebaliknya malu tersipu mengenang tingkah nenek-moyangnya. Mungkin dua-duanya tidak. Orang Inggris dan Amerika nampaknya tidak pernah peduli nenek-moyang mereka telah memperbinatangkan pribumi Afrika, setelah orang memburu-buru mereka dengan senapan, menangkapnya, menjualnya, mengangkutnya dengan kapal ke Amerika, dan menghisap tenaga, darah dan hidup mereka. Dan generasi terakhir bangsa-bangsa Eropa itu sampai sekarang tanpa mengedip masih melakukan apa yang leluhurnya lakukan. Setempat saja memang. Di Afrika Selatan.

(55) Pada waktu yang sama sejumlah bangsa sudah tumpah dari muka bumi, fisik dan cultural, apalagi politik. Survive! Ya, survive untuk meneruskan dan menadah injakan dan himpitan. Dan  bila sebagai Pandawa sudah mengalahkan Kurawa, injakan dan himpitan juga terpaksa diteruskan.